Sekilas tentang Saya

Foto saya
saya hanya seorang anak manusia yang sedang belajar memaknai kehidupan dengan semua permasalahan di dalamnya tentunya semua hanya untuk Rabbul Izzati Allah...

Minggu, 10 November 2013

Muslimah dalam Kehidupan dan Islam



Bismillah...
Perempuan adalah ciptaan Allâh yang hadir atas nama cinta. Hawa adalah perempuan pertama yang diciptakan atas dasar cinta Allâh kepada Adam. Dia diciptakan untuk menjadi pasangan bagi Adam atas kehendak Allâh sendiri kerna manusia itu diciptakan semuanya berpasangan. Firman Allâh:
12. dan (Dia lah) Yang menciptakan sekalian makhluk Yang berbagai jenisnya; dan ia mengadakan bagi kamu kapal-kapal dan binatang ternak Yang kamu dapat mengenderainya, (QS al-Dhukhan [44]: 12)
 Di dalam ayat lain, Allâh berfirman,
1. Wahai sekalian manusia! bertaqwalah kepada Tuhan kamu Yang telah menjadikan kamu (bermula) dari diri Yang satu (Adam), dan Yang menjadikan daripada (Adam) itu pasangannya (isterinya -Hawa), dan juga yang membiakkan dari keduanya -dzuriat keturunan- lelaki dan perempuan yang ramai, dan bertaqwalah kepada Allâh Yang kamu selalu meminta dengan menyebut-nyebut nama-Nya, serta peliharalah hubungan (silaturrahim) kaum kerabat, kerana sesungguhnya Allâh senantiasa memerhati (mengawas) kamu.” (QS al-Nisâ’[5]: 1)

Dari keturunan Adam dan Hawa lahirlah anak keturunannya laki-laki dan perempuan yang berkembang biak hingga saat ini. Dengan berjalannya waktu telah kita saksikan manusia meletakkan derajat seorang perempuan di tahap yang paling bawah. Anak perempuan dibunuh, golongan perempuan dijadikan alat pemuas nafsu laki-laki, perempauan diperlakukan dengan kasar dan hina sehingga Islam datang yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam dengan membawa risalah untuk mengangkat derajat perempuan pada kedudukan yang labih baik dan mulia. Selanjutnya anak keturunan Hawa ini diangkat menjadi tinggi martabatnya dalam Islam.

Perempuan adalah insan mukalaf sama seperti laki-laki, di tuntut supaya beribadah kepada Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ bahkan Islam yang indah ini datang mengakui kaum perempuan berhak mendapat penghargaan sebagai seorang ibu, isteri dan anak perempuan. Mereka juga bertanggungjawab sepenuhnya atas perilaku di dunia dan di akhirat, Islam memberikan hak harta untuk membelanjakannya serta mengurusnya. Berdasarkan prinsip umum, perempuan adalah sama seperti laki-laki dari segi memikul tuntutan syara’ melainkan apa yang dikecualikan oleh Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ. Allâh berfirman dalam al-Qur’ân,
 “195. Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.[1] Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allâh, dan Allâh pada sisi-Nya pahala yang baik.” (QS Ali ‘Imrân[3]:195)
            
 Islam menjunjung tinggi martabat kaum perempuan yang taat kepada Allâh dan Rasul. Sepanjang zaman kita lihat srikandi-srikandi Islam begitu teguh mempertahankan diri dan muru’ah –kehormatan- serta berjuang kerana Allâh. Walau bagaimanapun memang benar, pernah dikatakan Rasûlullâh bahwa antara golongan yang paling banyak mamasuki neraka adalah perempuan. Namun, jangan kita lupakan bahwa kaum perempuan juga mudah untuk memasuki surga. Bagaimanapun, hari ini banyak kaum perempuan kurang menyadari kemuliaan kedudukan mereka di sisi agama bahkan laranagn dan perintah bukanlah untuk menyusahkan mereka tetapi di situlah letak murninya seorang perempuan.

Telah Nabi tinggalkan kepada kita dua perkara utama yang kita harus jadikan panduan dalam menyusuri hidup ini yaitu Kitabullâh dan Sunnahnya. Karena perempuan itu juga adalah manusia yang diciptakan seperti laki-laki melalui proses dari seorang anak perempuan kemudian dilamar menjadi seorang isteri setelah itu menjadi ibu kepada anak-anaknya. Sepanjang proses ini tidak ada sedikit pun Islam mau mengesampingkan kaum perempuan. Betapa Islam menjaga kaum perempuan supaya mereka sadar bahwa fitnah juga turut hadir bersama-samanya supaya mereka sadar terhadap bahaya yang mengancam dirinya agar selamat dari bahaya ini.

Perempuan Sebagai Anak
Dari Ummu Salamah radhiyallâh ‘anhu, “Aku bertanya kepada Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam, “Mengapa kami kaum perempuan tidak dsebutkan (keutamaannya) dalam al-Qur’ân sebagaimana kaum laki-laki?” Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam tidak segera menjawab. Namun, pada waktu lain, kulihat beliau berdiri di atas mimbar. Ketika itu, aku sedang menyisir rambut, aku masuk ke salah satu kamar di rumahku. Kupasang pendengaranku di dekat atap masjid yang ketika itu masih terbuat dari pelepah kurma, dan posisinya dekat dengan mimbar masjid. Aku mendengar Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,Wahai manusia, sesungguhnya Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman dalam Kitab-Nya, “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang memeluk Islam, laki-laki dan perempuan yang beriman, laki-laki dan perempuan yang taat (kepada Allâh), laki-laki dan perempuan yang (berbuat) benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatan, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allâh, bagi mereka, Allâh telah menyediakan ampunan dan pahala yang besar. “(QS al-Ahzab [3]: 35)

Sifat malu adalah karakter yang istimewa bagi kaum perempuan. Jika mereka kehilangan sifat ini mereka akan kehilangan semua kecantikan. Tambahan kepada anak gadis yang masih perawan atau belum nikah. Mereka sedang memikul tanggungjawab dan muruah –kehormatan- kedua ibu bapak walau ke mana pun mereka pergi. Walau apa pun yang dilakukan pasti akan menjadi perhatian orang sekeliling. Bahkan mereka juga mudah dijadikan bahan fitnah bagi mereka yang tidak tahu menjaga harga diri. Hal ini amat ketara dan bisa kita lihat pada anak gadis pada zaman modern. Kebanyakan mereka telah hilang rasa malu dan sopan serta kelembutan. Mereka bebas bergaul di kalangan kaum laki-laki dengan perbuatan yang mengairahkan dan berpakaian yang menampakkan aurat sehingga nampaklah lekuk-lekuk tubuhnya. Rasûlullâh bersabda,
“Apabila kamu tidak merasa malu maka perbuatlah apa yang kamu kehendaki” (HR. Bukhari)

Di zaman Khalifah Umar bin al-Khaththab radhiyallâhu ‘anhu, beliau telah melihat perubahan-perubahan keadaan kaum perempuan di zamannya (wujudnya penggunaan wangi-wangian dan alat solek) lalu beliau melarang perempuan yang biasa ke masjid mengerjakan shalat dan tiada seorang sahabat pun yang menentangi perintah Umar radhiyallâhu ‘anhu ini. Bahkan beberapa perempuan telah mengadu kepada Aisyah radhiyallâhu ‘anha di mana beliau juga bersepakat dengan Umar radhiyallâhu ‘anhu dan berkata, “Sekiranya Rasûlullâh melihat keadaan yang boleh disaksikan wujud di kalangan perempuan pada masa ini Baginda juga melarang mereka dari masuk masjid.” Sebagai seorang anak perempuan bahkan jika sudah bergelar isteri dan ibu, wajib atas mereka memelihara muruah diri dan menutup aurat, sebagaimana Allâh tegaskan,
“59. Hai nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[2] ke seluruh tubuh mereka”. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allâh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS al-Ahzab[33]: 59)
Sayyidah ‘Aisyah radhiyallâhu ‘anha meriwayatkan, Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, Hai Aisyah, aku berwasiat kepada engkau. Hendaklah engkau senantiasa mengingat wasiatku ini. Sesungguhnya engkau akan senantiasa di dalam kebajikan selama engkau mengingat wasiatku ini…”

Intisari wasiat Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam tersebut dirumuskan  sebagai berikut, “Hai, Aisyah, peliharalah dirimu.  Ketahuilah bahwa sebagian besar dari pada kaum-mu (kaum perempuan) adalah menjadi kayu api di dalam neraka”.
Diantara sebab-sebabnya ialah mereka itu :
  1. Tidak dapat menahan sabar dalam menghadapi kesakitan (kesusahan), tidak sabar apabila  ditimpa musibah.
  2. Tidak memuji Allâh Ta’âlâ atas kemurahan-Nya, apabila dikaruniakankan nikmat dan rahmat tidak bersyukur.
  3. Mengkufurkan nikmat dan menganggap nikmat bukan dari Allâh.
  4. Banyak bicara yang tidak bermanfaat dan sia-sia.
Dari Ummu Salamah radhiyallâhu ‘anha, pada suatu malam, Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam bangun tidur lalu berkata, “Tiada Tuhan selain Allâh. Fitnah apa yang diturunkan pada malam ini? Siapakah orang yang telah membangunkan para penghuni kamar? Berapa banyak perempuan berpakaian di dunia tetapi telanjang kelak di hari akhirat?” (HR Al-Bukhari).
Apabila mereka telah menjaga muruah diri maka mereka telah meringankan beban kedua orang tua mereka. Bahkan mereka juga dapat menghindarkan diri daripada gejala sosial dan maksiat. Sebagaimana yang dapat dilihat hari ini pebagai kasus yang keluar di koran seperti pembuangan bayi, zina, dan rogol, itu semua adalah puncak dari keruntuhan akhlaq yang leluasa di kalangan anak remaja pada masa kini. Siapakah yang harus dipersalahkan? Apakah kurangnya penghayatan kepada hadits Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam,
Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من البتلى بشيء من البنات فصبر عليهن كن له حجابا من النار
Siapa yang diberikan rezeki anak-anak perempuan, kemudian ia bersabar dalam memperlakukan mereka niscaya mereka menjadi penghalang baginya dari api neraka.”
Bahkan ia akan masuk surga bersama Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam jika ia bersabar hingga anak-anaknya itu dewasa. Sesuai dengan sabda Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam,
من عال جاريتين حتى يدركا دخلت أناو هو الجنة كهاتين
“Siapa yang menanggung kehidupan dua anak perempuannya hingga dewasa, niscaya saya dan dia masuk surga seperti kedua hal ini dan Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam, memberi isyarat dengan dua jari beliau.” (HR Muslim dan Tirmidzi)
Pesan lain yang disampaikan Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam ialah taat kepada kedua ibu bapak. Bahkan jika terdengar panggilan antara ibu dan bapak, maka anak harus segera menyahut panggilan ibunya terlebih dahulu, kemudian bapaknya. Ibu sebagai perempuan banyak berkorban demi kebahagiaan anak-anaknya dan suami tercinta. Sesungguhnya surga bagi seorang anak di bawah telapak kaki ibu,
الجنة تحت أقدام الأمهات
Lafazh ini adalah lafazh masyhur dan tidak didapati dalam sumber-sumber utama hadits. Tetapi maknanya bertepatan dengan satu hadits lain yaitu “Seorang laki-laki yang mau berperang, dan bertemu Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam meminta pandangannya. Baginda bertanya, “Adakah kamu mempunyai ibu?” Jawabnya, “Ya”. Kata Nabi, “Lazimilah dia, karena surga di bawah kakinya”. (Direkod oleh Ahmad dalam Musnad dan Nasâ’i. Sanadnya dinilai shahih oleh Hakim).

Perempuan Sebagai Istri     
Agama Islam tidak menganggap perkawinan itu hanya untuk memenuhi tuntutan hawa nafsu saja. Setiap pasangan harus memikirkan tanggungjawab mereka bukan saja sekadar suami isteri bahkan sebagai ibu dan bapak. Perempuan adalah perisai dalam rumah tangga kerana memikul tanggungjawab yang sangat besar. Perempuan itu bukanlah barang mainan kaum laki-laki tetapi mereka adalah ciptaan yang mempunyai moral dan rohani yang diamanahkan kepada kaum laki-laki melalui perjanjian luhur (melalui ikatan perkawinan yang sah) di mana Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ adalah sebagai saksi untuknya.
“21. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS al-Rûm[30]: 21).       
“72. Allâh menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezqi dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?(QS al-Nahl [16]: 72).
Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, bahawa kesopanan dan malu itu sebagian dari iman, oleh karena itu gambaran rumah di mana isteri tidak mempunyai sifat malu dn kesopanan adalah satu yang amat malang sekali. Ia seperti bencana pada kehidupan laki-laki.
 “26. Perempuan-perempuan yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat perempuan-perempuan yang keji (pula), dan perempuan-perempuan yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezqi yang mulia (surga).”[3] (QS al-Nûr [24]: 26)
Hadits Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam menjelaskan beberapa kriteria yang ditetapkan dalam Islam dalam memilih calon isteri. Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تنكح المرأة لأربع : لمالها ولنسابها ولجمالها ولدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك
Perempuan dinikahi karena empat hal yaitu karena harta, keturunan, kecantikan dan agamanya. Maka pilihlah perempuan yang beragama, engkau akan beruntung.”
Seterusnya baginda shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا تنكح المرأة لجمالها فلعل جمالها يرديها ولا لمالها فلعل مالها يطغيها وانكح المرأة لدينها
Janganlah menikahi perempuan hanya karena kecantikannya, barangkali kecantikannya itu akan mencelakakannya dan jangan hanya karena hartanya, barangkali hartanya membuat dirinya melampaui batas dan nikahilah perempuan karena agamanya.” (HR. Ibnu Majah).

Islam mengkehendaki agar para perempuan menjadi isteri yang sentiasa bersyukur dan merasa cukup dengan pemberian Allâh dan keberadaan suaminya. Bersyukurlah dengan rezeqi, kesenangan bahkan ketika mendapat musibah pun harus bersyukur karena itu adalah pemberian dari Allâh. Pemberian Allâh itu bukanlah untuk membebankan hamba-Nya tetapi untuk mendidik mereka menjalani kehidupan ini dengan lebih baik.  Allâh Ta’âlâ berfirman,
236. Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya dan hendaklah kamu berikan suatu mut’ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS al-Baqarah [2]: 236)

Pernikahan yang sukses adalah pernikahan yang didasarkan pada ketenangan dan kedamaian jiwa yang ada pada diri kedua pasangan secara bersamaan. Dalam hal ini Imam Ali radhiyallâhu ‘anhu pernah mengungkapkan, “Tidak ada keberuntungan yang lebih baik yang dirasakan seorang suami kecuali isteri shalihah. Apabila ditatapnya, ia menyenangkannya. Jika suami tidak sedang berada di sisinya, ia mampu menjaga diri dan hartanya.” Resapilah sabda Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam,
أعظم النساء بركة أيسرهن مؤنة
Perempuan yang paling banyak berkahnya ialah yang paling mudah beban hidupya.”(HR. Imam Ahmad di dalam al-Musnad, al-Hakim di dalam al-Mustadrak dan al-Baihaqî di dalam Syu’aib al-Imâm)
Istri yang ideal ialah istri yang penyayang, pengasih, rendah hati, menjaga kehormatan dan memiliki kecantikan. Cinta antara suami dan isteri tidak hanya sementara dan tidak bekerja untuk tujuan lemah, tetapi cinta tersebut merupakan kecintaan hati yang suci dan jiwa yang hidup. Cinta maknanya adalah pemberian, hasilnya adalah keindahan dan kegembiraan. Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
حبب إليّ من دنياكم ثلاث : النساء والطيب وجعلت قرة عيني في الصلاة
Ada tiga perkara dari dunia kalian yang membuatku menyukainya yaitu perempuan, minyak wangi dan dijadikan penyejuk mataku di dalam shalat.” (HR al-Nasâ’i di dalam Shahihnya dan al-Hakim di dalam al-Mustadrak).
Seorang istri dalam hidupnya bisa menjadi neraka dan surga bagi suaminya. Kedua pihak harus berusaha dalam mengatasi pelbagai masalah yang timbul sehingga setan tidak bisa menghasut berduanya. Maka hendaklah pasangan ini senantiasa berbuat kebaikan dan ketaqwaan kepada Allâh dan ia adalah sebaik-baik bekal dan amalan.
34. Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allâh telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shaleh, ialah yang taat kepada Allâh lagi memelihara diri[4] ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).[5] Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuznya[6]. Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya[7]. Sesungguhnya Allâh Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QS al-Nisâ’[4]: 34)
Rasûlullâh pernah ditanya, “Siapakah perempuan yang terbaik?” Beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, Yaitu perempuan yang menyenangkan tatkala dilihat, taat tatkala diperintah, dan tidak menyimpang pada dirinya sendiri dan hartanya dengan melakukan sesuatu yang tidak disukai.” (HR Abû Daud dan al-Nasâ’i dengan sanad yang hasan)

Perempuan Sebagai Ibu
Setelah melalui proses sebagai seorang anak dan isteri, telah menjadi impian semua kaum perempuan untuk menjadi ibu bagi anak-anaknya. Bahkan Islam turut meninggikan martabat ibu yang sungguh mulia. Islam amat memuliakan ibu dan kemuliaan ibu menduduki tempat ke-dua selepas mentaati Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ. Justru, Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ telah mewajibkan anak-anak memuliakan dan menghormati ibu sekalipun berlainan pegangan agama. Adalah satu kenyataan bahwa ibu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dibanding bapak. Berdasarkan sifat dan naluri keibuan, maka tidak heran anak-anak lebih mengasihi, dan mengingat serta sering menyebut nama ibu dibanding bapak. Jika sakit, kita lebih suka ibu yang jaga. Kalau hendak makan, kita lebih suka ibu yang masak dan menyuapi. Kalau ingin tidur, kita mau ibu yang tidurkan. Kalau ingin nikah, ibu juga yang kita risaukan. Sehingga saat menghadapi kematian pun, kita akan menyebut nama ibu.
            
Kuatnya ingatan anak-anak kepada ibu ialah karena ibulah yang mengandung kita, ibu yang menyusui kita, ibu yang menyuapi kita makan dan minum, ibu yang mendodoi dan menidurkan kita, ibu yang membersihkan najis dan segala kotoran di badan kita. Oleh karena itu, wajarlah Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ memuliakan ibu sesuai dengan pengorbanannya. Firman Allâh dalam al-Qur’ânul Karîm,
14. Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[8]. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS Luqman [31]: 14).

Pengorbanan yang dilakukan oleh seorang ibu tidak dapat dibandingkan dengan apa pun di dunia ini. Malahan ibu akan lebih diutamakan daripada bapak. Sabda Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam, dari Abû Hurairah, dia berkata, telah datang kepada Rasûlullâh, seorang laki-laki lalu bertanya, “Wahai Rasûlullâh, siapakah yang lebih berhak untuk saya pergauli dengan baik?” Beliau menjawab, “Ibumu” dia bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Beliau menjawab, “Ibumu” dia bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Beliau menjawab, “Ibumu” dia bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Beliau menjawab, “Bapakmu”. (HR Muslim).

Ibu adalah orang yang paling berhak menerima kebaikan yang berupa kasih sayang dan penghargaan dari pada anak-anaknya yaitu sebanyak tiga kali jika dibandingkan yang berhak diterima oleh seorang bapak daripada anak-anaknya. Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam menyebut perkataan ibu sebanyak tiga kali, sedangkan bapak hanya sekali saja yaitu pada kali yang ke empat. Andai berlaku pertimbangan keperluan antara bapak dan ibu dalam mendapat khidmat anaknya, maka ibulah yang lebih berhak diutamakan.

Putri Rasûlullâh, Fathimah al-Zahra yang dicintai baginda merupakan antara contoh srikandi yang di asuh Nabi menjadi perempuan terunggul. Baginda Rasâlullâh telah banyak meninggalkan pesanan, nasihat dan aturan untuk Fathimah al-Zahra. Perlu di ingatkan di sini bahwa, apa saja yang ditinggalkan kepada Fathimah adalah ditinggalkan juga pesan itu terhadap perempuan Muslimah umumnya. Ibu yang mengandung diberikan ganjaran yang besar oleh Allâh.
Sabda Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam ketika meningalkan pesan terhadap putrinya, “Wahai Fathimah! Disaat seorang perempuan mengandung, maka malaikat memohonkan ampunan baginya, dan Allâh tetapkan baginya setiap hari seribu kebaikan, serta melebur seribu kejelakan. Ketika seorang perempuan merasa sakit akan melahirkan, maka Allâh tetapkan pahala baginya sama dengan pahala para pejuang Allâh. Disaat seorang perempuan melahirkan kandungannya, maka bersihlah dosa-dosanya seperti ketika dia dilahirkan dari kandungan ibunya. Disaat seorang perempuan meninggal karena melahirkan, maka dia tidak akan membawa dosa sedikit pun, didalam kubur akan mendapat taman yang indah yang merupakan bagian dari taman surga. Allâh memberikan padanya pahala yang sama dengan pahala seribu orang yang melaksanakan ibadah haji dan umrah, dan seribu malaikat memohonkan ampunan baginya hingga hari kiamat.”
            
Besarnya pengorbanan seorang ibu bernama Siti Hajar yang penuh sabar berulang-alik antara Bukit Shafa dan Marwah untuk mencari air menghilangkan dahaga anaknya, Nabi Ismail telah diberi penghargaan Allâh. Peristiwa itu telah disyariatkan yaitu sa’i dan diberi penghargaan sebagai salah satu daripada rukun Islam yang kelima. Ibu dalam al-Qur’ân cukup dimuliakan.
Contohnya dalam surat al-Qashash ayat 13 Allâh berfirman yang bermaksud, “Maka Kami kembalikannya (Musa) kepangkuan ibunya supaya menyenangkan hatinya dan tidak berduka.” Ibu Nabi Musa telah melahirkan anaknya dengan susah payah tetapi kekejaman Firaun memisahkan mereka. Namun alangkah besarnya rahmat Tuhan terhadap ibu karena selepas menghadapi halangan dapatlah dia hidup lebih bahagia dengan menyusukan sendiri anaknya dan mengasuh sehingga besar dengan perbelanjaan dari istana. Sebab dengan menjadi pengasuh dan menyusukan anak raja (Musa) itu, ibu Musa sekeluarga telah dihormati oleh seluruh penduduk negara.

Peranan seorang ibu sangat besar dalam mendidik anak-anaknya supaya menjadi insan yang cemerlang di dunia lebih-lebih lagi di akhirat. Kasih sayang seorang ibu yang bijaksana terhadap anaknya mampu menyebabkan masuk surga serta menyelamatkannya dari api neraka. Dari Aisyah radhiyallâhu ‘anha berkata, “Seorang perempuan miskin beserta kedua anak perempuannya datang kepada aku kemudian aku berikan kepada perempuan itu tiga buah kurma, lalu perempuan itu memberikan kepada tiap anaknya sebuah kurma, dan ia hendak memakan yang satunya itu, namun ternyta kedua anaknya meminta lagi, maka perempuan itu pun membelah kurma yang ingin ia makan tadi, menjadi dua. Sungguh keadaan ini membuatku kagum sehingga aku melaporkan apa yang telah dilakukannya itu pada Rasûlullâh, lalu beliau bersabda, ”Sesungguhnya Allâh telah mewajibkan kepadanya berkat (cintanya) kepada kedua anaknya itu surga, atau akan membebaskan dari neraka dengan sebab keduanya.” Ini juga adalah seruan untuk membuka pintu harapan di hadapan ibu-ibu sekalian yang telah banyak mengalami frustasi karena banyaknya kedurhakaan dan pengingkaran dari anak-anaknya setelah mencapai usia baligh.
            
Sesungguhnya dalam mendidik anak-anak, kesabaran yang tinggi perlu ada dalam diri ibu. Tugas mendidik adalah suatu amanah yang berat yang harus dipikul oleh seorang ibu dan ayah namun kerana ibu mempunyai luang masa yang lebih panjang dengan anak-anak berbanding ayah  maka tugas mendidik anak jatuh kepada seorang ibu. Harus di ingatkan kepada para kaum ibu bahwasanya kasih sayang terhadap anak-anak tidak terbatas hanya pada memberi makan mereka, mengenyangkan mereka, dan memenuhi kebutuhan dunia mereka saja. Akan tetapi lebih dari itu dengan mendidik dan mengajari mereka ilmu-ilmu agama dan membiasakan mereka dengan akhlaq yang mulia sejak masih kecil.

Karena barangsiapa yang terbiasa ketika masa kecilnya dengan kebaikan maka ia akan menuai pada masa tuanya kebaikan itu, dan barangsiapa yang masa tuanya terbiasa dengan kebaikan, maka ia akan mati dalam kebaikan itu, dan barangsiapa yang mati dengan penuh kebaikan maka ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dengan kebaikan tersebut, dan begitu juga sebaliknya. Ketahui juga bahwa sesungguhnya sebagian besar kedurhakaan seorang anak terhadap orang  tuanya adalah buntut dari jeleknya pendidikan yang dia berikan padanya,serta kurangnya perhatian dan hilangnya keteladanan yang baik dari orang tuannya.

Oleh kerena itu, maka para ibu rawatlah anak-anakmu dan ajarin mereka dengan adab atau perilaku yang islami, dan berikanlah ilmu pada mereka pengetahuan tentang Allâh  sebagaimana para ibu memberi makan dan minum kepada anak-anaknya. Insy Allâh para ibu akan mendapat pahala yang besar dari sisi Allâh.

__**__
Wanita adalah penentu kualitas suatu bangsa dan umat,
melalui tangan-tangan wanita hebatlah lahir generasi-generasi hebat yang mampu merubah dunia
melalui doa-doa wanita hebatlah terbentuk kepribadian qur'ani
melalui kesabaran dan kasih sayang wanita lah tercipta sosok-sosok yang memiliki hati nurani...
wanita adalah ujung tombak keberhasilan,
Dibalik lelaki hebat akan selalu ada wanita hebat..
untuk menjadi wanita hebat maka dibutuhkan ilmu yang mumpuni...
so, be a better muslimah...
:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar